Mengenal Persepektif Alam Dengan Biomonitoring Lingkungan

Suatu persepektif memiliki sisi yang berbeda-beda tergantung darimana orang melihat persepektif tersebut. Alam sebenarnya memiliki persepektif yang sangat mudah diamati dengan gejala-gejala yang timbul sebelumnya. Namun terkadang manusia kurang bisa melihat persepektif tersebut dengan mata terbuka.

Pada suatu adat budaya jawa, terdapat suatu persepektif dimana orang-orang atau masyarakat harus bisa membaca gejala alam agar bisa bertahan hidup. Suatu ilmu yang kita namakan niteni ini cenderung berkembang ke arah hal ghoib yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Namun ilmu niteni berangkat dari hal dasar yaitu karena pola lingkungan yang ada memiliki pola yang teratur. Keteraturan alam ini menjadikan masyarakat tempo dulu dapat membaca persepektif alam secara lugas.

Namun, perkembangan kondisi lingkungan yang saat ini fluktuatif mengakibatkan ilmu niteni menjadi tidak presisi lagi.

Secara keilmiahan, membaca tanda-tanda alam atau dalam bahasa jawa disebut niteni ini sudah dipelajari sejak science mulai ada. Bisa jadi ilmu ini juga termasuk ilmu primitif yang keberadaannya saat ini menjadi indikator paling mutakhir untuk menentukan kualitas suatu lingkungan.

Biomonitoring, begitulah ilmu ini disebut. Biomonitoring merupakan ilmu monitoring atau pemantauan suatu kondisi lingkungan menggunakan berbagai mahkuk biologis seperti makroinvertebrata, pohon, lumut dsb. Metode ini lebih murah dan mudah bila dibandingkan dengan analisis kimia. Biomonitoring sendiri tebagi menjadi 2 bagian, yang pertama adalah biomonitorng aktif dan biomonitoring pasif.

Biomonitoring aktif lebih banyak dilakukan dengan mengkondisikan suatu lingkungan dengan makrobenthos (invertebrata) yang ada. Hal ini lebih sering digunakan dalam skala laboratorium untuk mengetahui tujuan-tujuan tertentu bergantung dari subjek penelitian yang dilakukan.

Biomonitoring pasif merupakan metode paling mudah dalam menganalisa suatu kondisi lingkungan. Cukup dengan mengambil sampel makroinvertebrata yang ada dilingkungan yang akan diteliti kemudian menganalisis kondisi invertebrata yang hidup di lokasi dengan tabel taksa yang ada, maka akan diketahui kualitas lingkungan tersebut. Biomonitoring pasif sebenarnya telah banyak dilakukan di negara kita namun tidak ada dokumentasi ilmiah mengenai metode ini.

Salah satu bukti biomonitorng pasif telah banyak dilakukan oleh leluhur kita adalah dengan adanya ilmu niteni yang lahir pada budaya nenek moyang kita, terutama niteni pada kondisi lingkungan sekitar. Contoh yang ada saat ini adalah tentang gejala gunung meletus. Faktor alam yang menyebabkan gunung meletus memberikan suatu tanda alam yang dapat dibaca oleh semua kalangan yaitu dengan turunnya semua semua hewan-hewan di gunung ke lereng gunug atau kaki gunung. Mutasi besar-besaran ini mengindikasikan bahwa akan terjadi erupsi pada gunung tersebut. contoh yang lain adalah ketika ada suatu badai di suatu provinsi di taiwan. Sebelum badai terjadi terdapat mutasi besar-besaran dari populasi kupu-kupu ke provinsi lain. Memang, tidak ada dokumentasi ilmiah dari mana ilmu jawa ini berasal dan hingga sampai berkembang bahkan ke yang berbau takhayul. Namun perlu digarisbawahi, biomonitoring sendiri merupakan suatu metode ilmiah yang bisa dilakukan setiap orang tanpa harus kuliah di Teknik Lingkungan terlebih dahulu.

Biomonitoring sendiri secara ilmiah dijelaskan bahwa pengamatan lingkungan berdasarkan kondisi makhluk hidup yang ada mengindikasikan kondisi kualitas lingkungan yang sebenarnya. Namun kelemahan biomonitoring ini adalah tidak bisanya mengindikasikan subjek yang salah akibat pencemaran lingkungan yang dilakukan. Murni kita hanya tahu kualitas lingkungan yang ada karena kita menganalisis parameter pada stream standart (pengukuran parameter yang dilakukan pada badan air atau lingkungan asli yang terkena dampak pencemar, bukan pada effluen). Sedangkan analisis lebih jauh untuk mengetahui sumber pencemar dapat digunakan analisis fisik kimia pada effluen.

Suatu persepektif alam memiliki gejala yang dapat kita baca dengan kepekaan dan pengetahuan dasar itu sendiri. Kondisi lingkungan di sekitar kita menuntut kita lebih peka pada kondisi lingkungan dan mengharuskan kita berpikir solutif untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

Selama ini kita hanya memandang suatu perspektif alam dalam satu sudut pandang sehingga terkesan kaku dalam mengamati kondisi lingkungan di sekitar kita dan bahkan kita cenderung apatis terhadap kondisi sekitar kita. Biomonitoring mengajarkan bahwa perhatian kita terhadap lingkungan memiliki suatu sudut yang jauh lebih luas dari apa yang kita pelajari selama ini. Oleh karena itulah suatu perspektif alam dan permasalahan lingkungan harus dipandang dari berbagai sisi sudut pandang agar memiliki validitas data, kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan dan solusi yang tepat untuk masalah tersebut.

Surabaya, 16 November 2010

Leave a comment